Berjuanglah Untuk Islam Sekalipun Anda Pelaku Maksiat
Setiap manusia (siapa pun dia) pasti memiliki catatan kesalahan, Namun sebaik-baik manusia yang membuat kesalahan adalah yang mau bertaubat.
Lalu apa yang menghalangimu untuk berjuang demi agamamu? Apa yang merintangimu untuk membela Islam dan kaum muslimin? Dosa, noda, dan maksiat itu?
Jika kau diam saja, tidak beramal karena merasa belum pantas untuk berjuang, masih jauh dari sempurna, maka daftar noda dan maksiat itu akan semakin bertambah. Itulah tipu daya setan atas anak Adam, mereka menghalangi manusia dari berjuang dan hidup bersama para pejuang, dengan menciptakan keraguan di dalam hati manusia dengan menjadikan dosa-dosanya sebagai alasan.
Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha Pengampun telah berfirman:
Sesungguhnya kebaikan-kebaikan akan menghapuskan keburukan-keburukan. (QS. Hud: 114)
Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
Ikutilah perbuatan burukmu dengan perbuatan baik, niscaya itu akan menghapuskannya. (HR. At Tirmidzi)
Saudaraku …
Tidak usah berkecil hati dan jangan putus asa, sungguh agama mulia ini pernah dimenangkan oleh orang mulianya dan para fajir (pelaku dosa)nya. Semuanya ikut andil dalam gerbong caravan pejuang Islam.
Imam Al Bukhari dalam kitab Shahihnya telah membuat bab khusus, Innallaha Yu’ayyidu Ad Diin bir Rajul Al Faajir (Sesungguhnya Allah akan menolong agama-Nya melalui seseorang yang fajir). Ya, kadang ada pelaku maksiat, seorang fajir, justru dia melakukan aksi-aksi pembelaan terhadap agamanya, dibanding laki-laki yang shalih. Semoga aksi-aksi tersebut bisa merubahnya dari perilaku buruknya, dan dia bisa mengambil pelajaran darinya sampai dia berubah menjadi orang shalih yang sunggguh-sungguh berjihad, bukan lagi orang fajir yang berjihad.
Saudaraku … Ada Abu Mihjan!
Kukisahkan kepadamu tentang Abu Mihjan Ats Tsaqafi Radhiallahu ‘Anhu. Kisah beliau diabadikan dengan tinta emas para ulama Islam, di antaranya Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala pada Bab Sirah Umar Al Faruq. (2/448. Darul Hadits, Kairo), juga Usdul Ghabah-nya Imam Ibnul Atsir. (6/271. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Nama aslinya adalah ‘Amr bin Habib Ats-Tsaqafi radhiallahu ‘anhu, masuk islam pada tahun 9 H. Abu Mihjan adalah seorang lelaki pemabuk, sulit baginya untuk menahan diri dari khamr (minuman keras). Beliau sering dibawa kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk diterapkan hukum cambuk (Jild) padanya karena perbuatannya itu. Bahkan Ibnu Jarir menyebutkan Abu Mihjan tujuh kali dihukum cambuk. Namun, dia adalah seorang laki-laki yang ingin membela agamanya, perindu syahid, dan hatinya gelisah jika tidak andil dalam aksi-aksi jihad para sahabat nabi Radhiallahu ‘Anhum.
Hingga suatu ketika, terjadi perang Al Qadisiyah yang dikomando oleh Sa’ad bin Abi Waqash Radhiallahu ‘Anhu melawan Persia, Perang ini terjadi di era pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab Radhiallahu ‘Anhu.
Abu Mihjan ikut andil dalam peperangan tersebut, dia tampil gagah berani bahkan termasuk yang paling bersemangat dan banyak membunuh musuh. Namun, saat itu dia dikalahkan keinginannya untuk meminum khamr, akhirnya dia pun meminumnya. Maka, Sa’ad bin Abi Waqash menghukumnya dengan memenjarakannya serta melarangnya untuk mengikuti perang tersebut.
Di dalam penjara, dia sangat sedih karena tidak bisa ikut berjihad bersama para sahabat lainnya. Apalagi dari dalam penjara dia mendengar suara dentingan pedang dan teriakan serunya peperangan, hatinya teriris, ingin sekali dia membantu kaum muslimin melawan bangsa Persia di peperangan itu.
Ketika istri Sa’ad bin Abi Waqash yang bernama Salma mengetahui bahwa suaminya dipenjara, dia sangat iba melihat penderitaan suaminya, menderita karena tidak dapat ikut berperang, menderita karena tidak bisa berbuat untuk agamanya! Maka, tanpa sepengetahuan Sa’ad – yang ketika itu dalam pembaringan karena sakit-, ia membebaskan Abu Mihjan agar bisa bergabung dengan para mujahidin.
Setelahnya, Abu Mihjan meminta kepada istrinya agar kudanya Sa’ad yaitu Balqa dan juga senjatanya. Beliau berjanji, jika masih hidup akan mengembalikan kuda dan senjata tersebut, dan kembali pula ke penjara. Sebaliknya jika wafat memang itulah yang dia cita-citakan.
Abu Mihjan berangkat ke medan tempur dengan wajah yang tertutup kain sehingga tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Dia kembali turun ke medan perang dengan gesit dan gagah berani. Sehingga Sa’ad memperhatikannya dari kamar tempatnya berbaring karena sakit dan dia takjub kepadanya, dan mengatakan: “Seandainya aku tidak tahu bahwa Abu Mihjan ada di penjara, maka aku katakan orang itu pastilah Abu Mihjan. Seandainya aku tidak tahu di mana pula si Balqa, maka aku katakan kuda itu adalah Balqa.”
Usai perang ini dimenangkan oleh kaum muslimin. Abu Mihjan kembali ke penjara, Lalu dia sendiri yang memborgol kakinya, sebagaimana janjinya. Sa’ad bin Waqash Radhiallahu ‘Anhu mendatanginya dan membuka borgol tersebut, lalu berkata:
Kami tidak akan mencambukmu karena khamr selamanya. Abu Mihjan menjawab: “Dan Aku, Demi Allah, tidak akan lagi meminum khamr selamanya!
Saudaraku ….
Mustahil bagi kita untuk menyamai sahabat sekelas Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan para sahabat nabi yang mulia, Radhiallahu ‘Anhum. Namun, paling tidak kita masih bisa seperti Abu Mihjan, sekalipun dia pelaku maksiat namun masih memiliki ghirah kepada perjuangan agamanya, dan ikut hadir dalam deretan nama-nama pahlawan Islam. Semoga Allah Ta’ala memasukkan kita ke dalam deretan para pejuang agama-Nya, mengikhlaskan, dan memberikan karunia syahadah kepada kita. Amin.
Wallahu A’lam.
Sumber: kabarmakkah.com
Sumber islamidia.com http://ift.tt/2frD4Wr
Post a Comment