Hukum Bekerja di Toko yang Menjual Minuman Keras
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulullah -Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Sesungguhnya khamar (minuman keras atau minuman memabukkan) benar-benar diharamkan dalam Islam. Keharamannya sudah sampai tingkat disepakati yang setiap muslim tidak boleh jahil darinya. Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memasukkannya sebagai ummul khabaits atau induk segala keburukan. (HR. al-Thabrani dalam Al-Ausath dan dihassankan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’)
Karena bahayanya yang luar biasa, maka setiap aktifitas yang bersinggungan dengannya diharamkan. Bahkan diancam laknat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Allah telah melaknat khamar dan melaknat peminumnya, orang yang menuangkannya, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, pembawanya, yang dibawakan kepadanya, dan pemakan hasilnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)
Al-Tirmidzi meriwayat dalam Sunannya (1295), dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat sepuluh orang dalam urusan khamer (minuman memabukkan): orang yang memerasnya, meminta diperaskan, yang meminumnya, yang membawakannya, yang minta dibawakan, yang menuangkannya, penjualnya, pemakan hasilnya, pembelinya, dan yang minta dibelikan.”
Maka orang yang berkerja di toko-toko (seperti: super market atau mini market) yang menjual khamer (minuman keras atau minuman memabukkan) pastinya tidak terlepas dari interaksi dengannya; seperti menjaganya, memasukkanya dalam daftar, menatanya, melayani pembelinya, menerima pembayaran dari pembelinya, membawakannya, memasukkanya ke dalam plastik dan selainnya. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh bekerja di tempat seperti itu karena adanya tolong menolong dalam perbuatan dosa dan melampaui batas, serta meninggalkan ingkar terhadap kemungkaran. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Siapa yang melihat kemungkaran hendaknya merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya dan itu selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Bentuk ingkar dengan hati memiliki syaratnya, yaitu meninggalkan tempat kemungkaran. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam.” (QS. Al-Nisa’: 140)
Imam al-Qurthubi berkata: “firman Allah Ta’ala (janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain) maksudnya; selain kekufuran. (Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka): Dengan ini menjadi dalil wajibnya menjauhi pelaku kemaksiatan apabila telah nampak kemungkaran mereka; karena orang yang tidak menjauhi mereka berarti telah ridha terhadap perbuatan mereka. Sedangkan ridha terhadap kekufuran adalah (perbuatan) kufur.”
Firman Allah ‘Azza wa Jalla, (Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka): maka setiap orang yang duduk di tempat maksiat dan tidak mengingkari pelakunya maka sama dosanya dengan mereka. Maka apabila mereka mengucapkan dan mengerjakan kemaksiatan ia harus mengingkari mereka. Jika tidak mampu, ia harus berdiri meninggalkan mereka sehingga tidak menjadi yang disebutkan dalam ayat di atas.”
Diriwayatkan dari Umar binAbdul Aziz Radhiyallahu ‘Anhu, beliau menghukum satu kaum yang sedang minum khamer. Salah seorang mereka saat itu sedang berpuasa. Namun Umar tetap menghukumnya seraya membaca ayat di atas, “Tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. Al-Nisa’: 140) berarti: ridha kepada maksiat adalah maksiat. Karena itulah beliau menghukum peminum dan orang yang ridha kepada maksiatnya secara keseluruhan.
Oleh sebab itu, seorag muslim tidak boleh (haram) berkerja di toko yang menyediakan dan menjual khamer apapun mereknya. Hendaknya ia mencari pekerjaan yang mubah selain itu. Ia harus yakin, rizki dari Allah. Allah tidak akan menelantarkan hamba beriman dan bertakwa. Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, pasti Allah memberi ganti yang lebih baik dari yang ditinggalkannya.
Diriwayatkan dari Abu Qatadah dan Abu Dahma’ Radhiyallahu ‘Anhuma, keduanya berkata: Kami mendatangi seorang laki-laki badui, lalu kami berkata kepadanya; “Apakah kamu pernah mendengar sesuatu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?” Ia menjawab, “Ya. Aku mendengat beliau bersabda:
“Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah ‘Azza wa Jalla, kecuali Allah memberi ganti yang lebih baik darinya”.” (HR. Ahmad. Dishahihkan oleh Syiakh Al-Albani dan Syaikh al-Nauth, beliau berkata; isnadnya shahih)
. . . seorag muslim tidak boleh (haram) berkerja di toko yang menyediakan dan menjual khamer apapun mereknya. Hendaknya ia mencari pekerjaan yang mubah selain itu. . .
Selanjutnya ia bersabar dan menyabarkan diri. Jangan sampai sulitnya mencari pekerjaan, sempitnya kondisi dan belum datangnya jalan keluar mendorongnya untuk mencari rizki dengan cara bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki! Sesungguhnya tidaklah seseorang akan mati sehingga telah sempurna jatah rizkinya walau terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Maka sesempit apa kondisi hidup kita maka itu lebih ringan akibatnya daripada menerjang kemungkaran yang besar ini. Karena bekerja di tempat-tempat yang menyediakan dan menjual minuman memabukkan menjadi sebab datangnya laknat. Hasilnya tidak akan membawa keberkahan untuk diri dan keluarga yang dinafkahi darinya. Wallahu Ta’ala A’lam.
Sumber: voa-islam.com
from islamidia.com http://ift.tt/2gJCW5f
Post a Comment