Dunia kick boxing dan ancaman kematian bagi kanak-kanak di Thailand
18 November 2018
AFP
THAILAND - Kick boxing kembali memakan korban di Thailand, kali ini seorang anak berusia 13 tahun. Anucha Thasako, nama petinju remaja yang meninggal dunia tersebut, menghembuskan nafas terakhirnya setelah dipukul jatuh di atas ring dalam pertandingan pada 11 November.
Thasako mengalami pendarahan otak dan kemudian meninggal dunia. Lawan yang menjatuhkannya juga masih belia, berusia 14 tahun.
Kes ini memicu sejumlah kalangan mendesak pemerintah menerapkan pengetatan atas olahraga ini. Mereka meminta usia minima untuk pertandingan adu jotos ini 18 tahun.
Bahkan para penggemar kick boxing pun melempar wacana untuk tidak lagi melibatkan anak-anak kecil. Diperkirakan terdapat setidaknya 10,000 anak yang menekuni olahraga ini di seluruh Thailand dan mereka bertanding secara regular.
Thasako sendiri sudah 170 kali naik ring sebelum meninggal dunia. Di Thailand sebenarnya sudah ada peraturan teknikal tentang pertandingan kickboxing atau yang juga dikenal dengan Muay Thai ini. Sayangnya ada banyak celah di peraturan tersebut.
"Jika sistem peraturan yang ada dicermati, ada celah hukum yang membuat anak-anak boleh dilibatkan dalam olahraga ini," kata Preeyakorn Rattanasuwan, perempuan yang berprofesyen sebagai promotor tinju.
"Peraturan tidak secara jelas mengatur tentang periode rehabilitasi setelah turun bertanding. Demikian juga soal pendaftaran petinju yang tidak diatur secara terperinci," kata Rattanasuwan.
Thawee Ampornmaha, sekjen asosiasi tinju, kepada BBC Sport mengatakan, bahwa kickboxing harus mengambil pelajaran dari kematian Thasako.
Asosiasi harus menerbitkan peraturan teknikal bila mestinya pertandingan harus dihentikan. Ia juga mengusulkan perlunya menerapkan ilmu olahraga dan perlengkapan untuk memberikan perlindungan yang lebih besar kepada petinju.
Meski begitu, peraih medal perak Olimpiade ini tidak setuju jika pemerintah mengeluarkan larangan bertanding bagi petinju di bawah usia 12 tahun. Ia beralasan, 99% petinju dan petinju Olimpiade "memulai laga sejak masih anak-anak".
Ia mengatakan mulai bertanding pada usia 12 tahun dan terjun di lebih dari 200 pertarungan. "Pertanyaannya adalah, apakah kita sudah memiliki peraturan keselamatan yang mencukupi? Kita harus fokus ke persoalan ini. Jujur saja, saya tak tahu usaha praktis apa yang boleh diambil," katanya.
Menurut laman surat khabar The Khaosod, Thasako turun di 170 pertandingan sejak usia 8 tahun. Jika diambil rata-rata, ia bertarung 34 kali dalam setahun dan hanya punya waktu istirahat 11 hari sebelum terjun di pertandingan berikutnya.
Ini bertentangan dengan undang-undang tinju yang dikeluarkan pada 1999 kerana regulasi memerintahkan jangka waktu istirahat sebelum kembali bertanding adalah 21 hari.
UU yang menyebutkan, jika seorang petinju kalah, ia harus menunggu 30 hari sebelum naik ring lagi. Sedangkan petinju yang mengalami cedera kepala dua kali harus beristirahat selama 90 hari dan harus mendapatkan izin doktor.
"Benar bahwa kami memiliki undang-undang, namun persoalannya adalah penegakkan undang-undang tersebut," kata promotor tinju Natthadech Wachiraratanawong.
Ia juga mengungkapkan asosiasi tinju kekurangan pengurus yang boleh membantu memastikan peraturan diikuti oleh para penyelenggara pertandingan.
"Tak cukup satu orang mengurusi pertandingan di seluruh provinsi," katanya.
Ini membuat para promotor menganjur pertandingan begitu saja, tanpa mengurus izin ke asosiasi tinju. Para pakar yang meneliti dampak tinju bagi kanak-kanak mengatakan bahwa olahraga ini berpengaruh buruk terhadap otak. Tinju juga merosak otak mereka, kata peneliti.
Dalam satu kes, doktor menemukan bahwa usia petinju dalam pertandingan yang tidak resmi adalah empat tahun. Sering kali, dalam satu pertarungan, kanak-kanak mengalami pukulan di kepala 20 kali dan mereka tidak mengenakan perlengkapan pelindung.
Pelarangan total sukar diterapkan kerana orang tua tergiur dengan wang hadiah. Kematian Thasako sendiri mendorong Badan PBB, UNICEF, menyerukan pemerintah Thailand untuk melindungi kanak-kanak dari olahraga ini.
"Kita harus melihat mereka sebagai kanak-kanak, bukan sebagai petinju," kata UNICEF Thailand melalui Twitter.
"Kepada pihak keluarga, UNICEF berbelasungkawa atas kepergiannya. Kami mendesak pihak berwenang untuk menyusun regulasi yang boleh memberikan perlindungan maksima kepada kanak-kanak," kata UNICEF.
Agregasi BBC Indonesia
✍ Sumber Pautan : ☕ indah.com
Kredit kepada pemilik laman asal dan sekira berminat untuk meneruskan bacaan sila klik link atau copy paste ke web server : https://ift.tt/2Dx4FFh
(✿◠‿◠)✌ Mukah Pages : Pautan Viral Media Sensasi Tanpa Henti. Memuat-naik beraneka jenis artikel menarik setiap detik tanpa henti dari pelbagai sumber. Selamat membaca dan jangan lupa untuk 👍 Like & 💕 Share di media sosial anda!
Post a Comment