Mangsa tsunami Aceh ingin disuntik mati
Rabu, 3 Mei 2017
Ilustrasi Pasien. ©2015 Merdeka.com
Berlin Silalahi (46), korban tsunami yang menetap di hunian sementara Barak Bakoy, Aceh Besar, mengajukan permohonan euthanasia atau suntik mati ke Mahkamah Negeri Banda Aceh, Rabu (3/5). Keputusan tersebut diambil lantaran kondisi Berlin yang lumpuh dan sakit-sakitan.
"Klien kami mengajukan permohonan euthanasia atas kesedaran sendiri. Klien kami mengajukan permohonan tersebut kerana kondisinya sekarang ini lumpuh dan sakit-sakitan," kata kuasa hukum Berlin yang juga Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin di Banda Aceh.
Kerana kondisinya, Berlin tidak boleh lagi menafkahi keluarga. Sedangkan isterinya, Ratna Wati hanya suri rumah dan tidak memiliki pekerjaan.
Untuk hidup sehari-hari, Berlin mengandalkan bantuan sesama korban tsunami yang tinggal di Barak Bakoy. Namun barak tersebut sudah dibongkar dan penghuninya digusur Pemerintah Kabupaten Aceh Besar.
"Pemohon atau klien kami sudah berusaha mengubati penyakitnya. Namun hingga kini pemohon tidak mampu lagi memenuhi keperluan biaya pengubatannya," ungkap Safaruddin.
Sementara, Ratna Wati menyatakan suaminya mengajukan permohonan euthanasia sejak mereka diusir dari Barak Bakoy oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.
"Kami tidak tahu tinggal di mana lagi. Sejak pembongkaran barak, suami saya tidak boleh berfikir positif lagi. Apalagi suami saya lumpuh dan dalam kondisi sakit kronik," ungkap dia.
Ratna Wati mengaku siap jika Mahkamah Negeri Banda Aceh mengabulkan permohonan suaminya. Apalagi permohonan euthanasia merupakan kemauan sendiri suaminya.
"Saya siap menerima jika mahkamah mengabulkan permohonan euthanasia. Apalagi suami saya sudah berusaha mengubati penyakitnya di berbagai rumah sakit. Termasuk berubat kampung," kata dia.
Humas PN Banda Aceh Eddy mengatakan, dalam hukum positif Indonesia tidak mengenal adanya euthanasia. Hukum euthanasia hanya berlaku di Belanda dan negara-negara Eropah lainnya.
"Namun begitu, mahkamah tidak boleh menolak permohonan masyarakat. Termasuk mengajukan permohonan euthanasia yang diajukan korban tsunami," ungkap Eddy menyebutkan.
Setelah diregister, permohonan diteruskan ke ketua mahkamah. Selanjutnya ketua mahkamah akan menentukan majlis hakim atau hakim tunggal dan jadual persidangan.
"Nantinya, majlis hakim yang akan memutuskan apakah permohonan euthanasia diterima atau tidak. Mahkamah tidak boleh menolak permohonan diajukan oleh siapa pun," kata Eddy. Dikutip dari Antara.
"Klien kami mengajukan permohonan euthanasia atas kesedaran sendiri. Klien kami mengajukan permohonan tersebut kerana kondisinya sekarang ini lumpuh dan sakit-sakitan," kata kuasa hukum Berlin yang juga Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin di Banda Aceh.
Kerana kondisinya, Berlin tidak boleh lagi menafkahi keluarga. Sedangkan isterinya, Ratna Wati hanya suri rumah dan tidak memiliki pekerjaan.
Untuk hidup sehari-hari, Berlin mengandalkan bantuan sesama korban tsunami yang tinggal di Barak Bakoy. Namun barak tersebut sudah dibongkar dan penghuninya digusur Pemerintah Kabupaten Aceh Besar.
"Pemohon atau klien kami sudah berusaha mengubati penyakitnya. Namun hingga kini pemohon tidak mampu lagi memenuhi keperluan biaya pengubatannya," ungkap Safaruddin.
Sementara, Ratna Wati menyatakan suaminya mengajukan permohonan euthanasia sejak mereka diusir dari Barak Bakoy oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar beberapa waktu lalu.
"Kami tidak tahu tinggal di mana lagi. Sejak pembongkaran barak, suami saya tidak boleh berfikir positif lagi. Apalagi suami saya lumpuh dan dalam kondisi sakit kronik," ungkap dia.
Ratna Wati mengaku siap jika Mahkamah Negeri Banda Aceh mengabulkan permohonan suaminya. Apalagi permohonan euthanasia merupakan kemauan sendiri suaminya.
"Saya siap menerima jika mahkamah mengabulkan permohonan euthanasia. Apalagi suami saya sudah berusaha mengubati penyakitnya di berbagai rumah sakit. Termasuk berubat kampung," kata dia.
Humas PN Banda Aceh Eddy mengatakan, dalam hukum positif Indonesia tidak mengenal adanya euthanasia. Hukum euthanasia hanya berlaku di Belanda dan negara-negara Eropah lainnya.
"Namun begitu, mahkamah tidak boleh menolak permohonan masyarakat. Termasuk mengajukan permohonan euthanasia yang diajukan korban tsunami," ungkap Eddy menyebutkan.
Setelah diregister, permohonan diteruskan ke ketua mahkamah. Selanjutnya ketua mahkamah akan menentukan majlis hakim atau hakim tunggal dan jadual persidangan.
"Nantinya, majlis hakim yang akan memutuskan apakah permohonan euthanasia diterima atau tidak. Mahkamah tidak boleh menolak permohonan diajukan oleh siapa pun," kata Eddy. Dikutip dari Antara.
Sumber: Merdeka.com
✍ Sumber Pautan : ☕ indah.com
Kredit kepada pemilik laman asal dan untuk meneruskan bacaan di laman asal sila klik link atau copy paste ke web server : http://ift.tt/2pwLbci
(✿◠‿◠)✌ Mukah Pages : Pautan Viral Media Sensasi Tanpa Henti. Memuat-naik beraneka jenis artikel menarik setiap detik tanpa henti dari pelbagai sumber. Selamat membaca dan jangan lupa untuk 👍 Like & 💕 Share di media sosial anda!
Post a Comment