Humor dan Canda Baginda Rasulullah SAW
Hidup terasa hambar dan datar tanpa humor dan canda bagaikan masakan tanpa garam. Namun hanya dalam kadar kuantitas, kualitas dan penyajian tertentu akan menjadi penyedap kehidupan. Suatu kali Imam Al Ghazali melontarkan 6 pertanyaan kepada murid-muridnya yang hadir dalam majelis ta’limnya.
Salah satunya adalah: Benda apa yang paling tajam di dunia ini? Beragam jawaban muncul dari murid-murid beliau. Pisau, silet, sampai pedang. Imam Al Ghazali menanggapi jawaban murid-muridnya tersebut. “Betul, semua benda yang kalian sebutkan itu tajam. Tapi ada yang lebih tajam dari itu semua. Yaitu LIDAH”.
Meskipun lidah tidak bertulang, namun memang lidah bisa lebih tajam dari apapun, karena dia bisa ‘merobek’ hati. Bahkan kadang lidah bisa membuat lubang menganga di hati lawan bicara yang mungkin perlu waktu lama untuk mengembalikannya ke kondisi semula.
Dalam keseharian, kewajiban menjaga lidah ini tidak saja harus kita laksanakan baik di kala sedang bicara serius ataupun di kala bercanda. Point terakhir ini seringkali membuat kita tidak sadar telah melukai hati teman kita.
Kata-kata yang kita maksudkan sebagai candaan, seringkali menusuk hati teman kita, bisa karena bercanda yang keterlaluan, bercanda di saat yang tidak tepat, dan sebagainya. Karena di saat bercanda, seringkali kita tidak memperhatikan bagaimana mood teman kita itu yang sebenarnya.
Memang bercanda kadang diperlukan untuk memecahkan kebekuan suasana sebagaimana yang dikatakan Said bin Al-’Ash kepada anaknya. “Kurang bercanda dapat membuat orang yang ramah berpaling darimu.
Sahabat-sahabat pun akan menjauhimu.” Namun canda juga bisa berdampak negatif, yaitu apabila canda dilakukan melampaui batas dan keluar dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Canda yang berlebihan juga dapat mematikan hati, mengurangi wibawa, dan dapat menimbulkan rasa dengki.
Allah Subhanahu wa ta’ala. berfirman, Artinya: “Dan sesungguhnya Dia-lah yang membuat orang tertawa dan menangis” [QS. An-Najm: 43]
Menurut Ibnu ‘Abbas, berdasarkan ayat ini, canda dengan sesuatu yang baik adalah mubah (boleh). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. pun sesekali juga bercanda, tetapi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berkata kecuali yang benar.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany menjelaskan ayat di atas bahwa Allah subhanahu wa ta’ala. telah menciptakan dalam diri manusia tertawa dan menangis. Karena itu silakanlah Anda tertawa dan menangis, namun tawa dan tangis kita harus sesuai dengan aturan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Mungkin sebagian orang merasa aneh dengan pernyataan tersebut dan mencoba mengingkarinya, seperti yang pernah terjadi pada seseorang yang mendatangi Sufyan bin ‘Uyainah Rahimahullah.
Orang itu berkata kepada Sufyan, “Canda adalah suatu keaiban (sesuatu yang harus diingkari).” Mendengar pernyataan itu Sufyan berkata, “Tidak demikian, justru canda sunnah hukumnya bagi orang yang membaguskan candanya dan menempatkan canda sesuai dengan situasi dan kondisi.”
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” [HR. Imam Ahmad]
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” [HR. At-Tirmizi no. 2227, Ibnu Majah no. 4183, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7435]
Dari Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa dia berkata: “Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan tenggorokan beliau, beliau biasanya hanya tersenyum.” [HR. Al-Bukhari no. 6092 & Muslim no. 1497]
Berikut ini adalah kaidah fiqih terkait canda dan humor sebagai panduan agar canda dan humor bernilai dan berdampak positif dan tidak justru berdampak dan bernilai negatif seperti menimbulkan luka hati atau ketersinggungan orang lain.
- Tidak menjadikan simbol-simbol Islam (tauhid, risalah, wahyu dan dien) sebagai bahan gurauan. Firman Allah: “Dan jika kamu tanyakan mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” [QS. At-Taubah:65]
- Jangan menjadikan kebohongan dan mengada-ada sebagai alat untuk menjadikan orang lain tertawa, seperti tren April Mop di masa sekarang ini. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi & Hakim]
- Jangan mengandung penghinaan, meremehkan dan merendahkan orang lain, kecuali yang bersangkutan mengizinkannya. Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan pula wanita mengolok-olokkan wanita-wanita lain., karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan); dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk gelar ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman..” [QS. al-Hujurat:11]. “Cukuplah keburukan bagi seseorang yang menghina saudaranya sesama muslim.” [HR. Muslim]
- Tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan terhadap orang muslim. Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: “Tidak halal bagi seseorang menakut-nakuti sesama muslim lainnya.” [HR. Ath-Thabrani]. “Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil barang saudaranya, baik dengan maksud bermain-main maupun bersungguh-sungguh.” [HR. Tirmidzi]
- Jangan bergurau untuk urusan yang serius dan jangan tertawa dalam urusan yang seharusnya menangis. Tiap-tiap sesuatu ada tempatnya, tiap-tiap kondisi ada (cara dan macam) perkataannya sendiri. Allah mencela orang-orang musyrik yang tertawa ketika mendengarkan Al-Qur’an padahal seharusnya mereka menangis, lalu firman-Nya: “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis. Sedang kamu melengahkannya.” [QS. An-Najm:59-61]. Hendaklah gurauan itu dalam batas-batas yang diterima akal, sederhana dan seimbang, dapat diterima oleh fitrah yang sehat, diridhai akal yang lurus dan cocok dengan tata kehidupan masyarakat yang positif dan kreatif.
- Islam tidak menyukai sifat berlebihan dan keterlaluan dalam segala hal, meskipun dalam urusan ibadah sekalipun. Dalam hal hiburan ini Rasulullah memberikan batasan dalam sabdanya; “Janganlah kamu banyak tertawa, karena banyak tertawa itu dapat mematikan hati.” [HR. Tirmidzi]. “Berilah humor dalam perkataan dengan ukuran seperti Anda memberi garam dalam makanan.” (Ali ra.). “Sederhanalah engkau dalam bergurau, karena berlebihan dalam bergurau itu dapat menghilangkan harga diri dan menyebabkan orang-orang bodoh berani kepadamu, tetapi meninggalkan bergurau akan menjadikan kakunya persahabatan dan sepinya pergaulan.” (Sa’id bin Ash).
Humor dan Canda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
Beberapa riwayat humor dan canda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. berikut semoga dapat menjadi inspirasi humor yang sehat, cerdas, positif dan menyegarkan.
Seseorang sahabat mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, dan dia meminta agar Rasulullah SHALALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM membantunya mencari unta untuk memindahkan barang-barangnya. Rasulullah berkata: “Kalau begitu kamu pindahkan barang-barangmu itu ke anak unta di seberang sana”.
Sahabat bingung bagaimana mungkin seekor anak unta dapat memikul beban yang berat. “Ya Rasulullah, apakah tidak ada unta dewasa yang sekiranya sanggup memikul barang-barangku ini?”
Rasulullah menjawab, “Aku tidak bilang anak unta itu masih kecil, yang jelas dia adalah anak unta. Tidak mungkin seekor anak unta lahir dari ibu selain unta” Sahabat tersenyum dan dia-pun mengerti canda Rasulullah. [Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud & At Tirmidzi. Sanad sahih]
Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah: “Ya Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”.
Perempuan itu menangis mengingat nasibnya Kemudian Rasulullah menjelaskan mengutip salah satu firman Allah di surat Al Waaqi’ah ayat 35-37 “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya”. [Riwayat At Tirmidzi, hadits hasan]
Seorang sahabat bernama Zahir, dia agak lemah daya pikirannya. Namun Rasulullah mencintainya, begitu juga Zahir. Zahir ini sering menyendiri menghabiskan hari-harinya di gurun pasir. Sehingga, kata Rasulullah, “Zahir ini adalah lelaki padang pasir, dan kita semua tinggal di kotanya”.
Suatu hari ketika Rasulullah sedang ke pasar, dia melihat Zahir sedang berdiri melihat barang-barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah memeluk Zahir dari belakang dengan erat. Zahir: “Heii……siapa ini?? lepaskan aku!!!”, Zahir memberontak dan menoleh ke belakang, ternyata yang memeluknya Rasulullah.
Zahir-pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah. Rasulullah berkata: “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini??” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai di pandangan mereka”
Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin mengeratkan tubuhnya dan merasa damai di pelukan Rasulullah. [Riwayat Imam Ahmad dari Anas ra]
Aisyah RA berkata, “Aku pernah bersama Nabi Muhammad dalam suatu perjalanan, saat itu tubuhku masih ramping. Beliau lalu berkata kepada para sahabat beliau, ”Silakan kalian berjalan duluan!”
Para sahabat pun berjalan duluan semua, kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.” Aku pun menyambut ajakan beliau dan ternyata aku dapat mendahului beliau dalam berlari. Beberapa waktu setelah kejadian itu dalam sebuah riwayat disebutkan: ”Beliau lama tidak mengajakku bepergian sampai tubuhku gemuk dan aku lupa akan kejadian itu.”-suatu ketika aku bepergian lagi bersama beliau. Beliau pun berkata kepada para sahabatnya. “Silakan kalian berjalan duluan.” Para sahabat pun kemudian berjalan lebih dulu. kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.” Saat itu aku sudah lupa terhadap kemenanganku pada waktu yang lalu dan kini badanku sudah gemuk. Aku berkata, “Bagaimana aku dapat mendahului engkau, wahai Rasulullah, sedangkan keadaanku seperti ini?” Beliau berkata, “Marilah kita mulai.” Aku pun melayani ajakan berlomba dan ternyata beliau mendahului aku. Beliau tertawa seraya berkata, ” Ini untuk menebus kekalahanku dalam lomba yang dulu.” [HR. Ahmad & Abu Dawud]
Nabi Muhammad juga pernah bersabda kepada ‘Aisyah, “Aku tahu saat kamu senang kepadaku dan saat kamu marah kepadaku.” Aisyah bertanya, “Dari mana engkau mengetahuinya?” Beliau menjawab, ” Kalau engkau sedang senang kepadaku, engkau akan mengatakan dalam sumpahmu “Tidak, demi Tuhan Muhammad” Akan tetapi jika engkau sedang marah, engkau akan bersumpah, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim!”. Aisyah pun menjawab, “Benar, tapi demi Allah, wahai Rasulullah, aku tidak akan meninggalkan, kecuali namamu saja” [HR Bukhari & Muslim] Wallahu’alam Bisshawab. Wabillahit Taufiq Wal Hidayah.
Sumber: votreesprit.wordpress.com
from islamidia.com http://ift.tt/2invv4V
Post a Comment