Berita Hoax Paling Menggemparkan di Zaman Nabi Muhammad
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang yang fasik kepadamu membawa berita, maka tangguhkanlah (hingga kamu mengetahui kebenarannya) agar tidak menyebabkan kaum berada dalam kebodohan (kehancuran) sehingga kamu menyesal terhadap apa yang kamu lakukan” (Qs al-Hujurat ayat 6)
Sebab turunnya ayat di atas adalah tentang diutusnya al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu’ith oleh Rasulullah kepada Bani Musthaliq untuk mengambil zakat. Syaikh Abu Bakr al-Jaziri di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa pada masa jahiliyyah terjadi permusuhan antara kabilah Bani Musthaliq dengan keluarga Al-Walid bin Uqbah (Aysar ul-Tafsir, Jilid 6/905 ).
Tentu saja perintah Rasulullah tersebut dirasakan amat berat oleh al-Walid. Bagaimanapun sisa dendam semasa jahiliyyah masih mendekam di dalam hatinya. Pikiran negatif al-Walid pun mulai mengawang-awang. Sepanjang perjalanan menuju perkampungan Bani Musthaliq, pikirannya dihantui oleh dendam permusuhan kedua kabilah itu.
Ketika sampai di perkampungan Bani Musthaliq, seorang warga kampung berteriak mengabarkan kedatangan al-Walid. Spontan saja, penduduk kampung keluar sambil membawa harta yang akan diserahkan sebagai zakat dan tidak lupa mereka menyelipkan senjata di pinggang mereka.
Sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam Ibnu Asyur di dalam tafsirnya, melihat situasi itu, al-Walid mengira bahwa penduduk kampung Bani Musthaliq akan membunuhnya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun lari meninggalkan kampung itu (al-Tahrir wa al-Tanwir Jilid 10/228).
Sesampainya di Madinah, al-Walid menceritakan bahwa penduduk kampung Bani Musthaliq enggan untuk membayar zakat dan bahkan bermaksud ingin membunuhnya. Rasulullah pun marah begitu mendengar kabar dari al-Walid tersebut. Beliau pun kemudian mengirim surat kepada Pemimpin Kabilah Bani Musthaliq dan menanyakan perihal berita al-Walid tersebut.
Dalam waktu yang tidak begitu lama, surat Rasulullah itu mendapat balasan. Pemimpin Kabilah Bani Musthaliq menyampaikan permohonan maafnya kepada Rasulullah dan menegaskan bahwa mereka tetap mentaati perjanjian dengan Rasulullah yaitu membayar zakar setiap tahunnya.
Setelah mendapatkan jawaban itu, Rasulullah mengutus Khalid bin Walid untuk menemui pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Khalid bin Walid tiba di perkampungan itu sebelum masuk waktu maghrib. Ia sendiri mendengar suara azan berkumandang di waktu maghrib dan isya di perkampungan itu.
Dari situ, Khalid bin Walid berkesimpulan bahwa Bani Musthaliq tidaklah murtad sebagaimana yang dikabarkan oleh al-Walid. Dengan begitu, mereka terhindar dari fitnah yang disebarkan oleh al-Walid bin Uqbah itu (Aysar ul-Tafasir, jilid 6/906).
Penjelasan sabab ul-nuzul (sebab turunnya ayat) dari surat al-Hujurat ayat 6 di atas menjelaskan kepada kita bahwa hoax atau berita bohong bukan sesuatu yang baru terjadi pada masa sekarang. Berita bohong sepertinya telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari manusia.
Al-Qur’an sebagai kitab pedoman hidup bagi umat Islam memuat tentang fenomena berita bohong tersebut di dalam dua ayat, yaitu: surat Annur ayat 11:
Artinya: Sungguh orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kalian mengira berita itu buruk bagi kalian, bahkan itu baik bagi kalian. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), baginya azab yang besar pula.
Dan kedua di dalam Surat al-Hujurat (49) ayat 6, sebagaimana telah dicantumkan penjelasannya di atas. Di dalam kedua ayat Al-Qur’an itu, Allah menjelaskan bahwa berita bohong disebarkan karena dua sebab; Pertama, untuk menjatuhkan mental umat Islam dengan cara menghancurkan kredibilitas pembawa ajaran Islam itu sendiri yaitu Nabi Muhammad, seperti disebutkan di dalam surat Annur mulai dari ayat 11 sampai dengan ayat 16.
Kedua, rendahnya kesadaran iman dari pembuat berita bohong dan menganggap berita bohong itu tidak mempunyai implikasi bagi kelangsungan jamaah umat Islam.
Untuk sebab yang pertama, berita bohong seperti itu sampai sekarang masih diarahkan kepada umat Islam melalui berbagai macam sarana, yang sampai saat ini masih dipandang efektif digunakan adalah melalui kajian keilmuan dan media informasi.
Tanpa disadari oleh kebanyakan umat Islam, kajian-kajian keilmuan yang dikembangkan di lembaga pendidikan atau lembaga riset, terutama di bidang sosial, seringkali menyudutkan ajaran Islam ke posisi yang tidak menyenangkan.
Sebagai contoh, di dalam kajian tentang Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia, ajaran Islam selalu mendapat tuduhan sebagai ajaran yang menghambat kebebasan berpikir dan mengesampingkan penegakkan Hak-hak Asasi Manusia dengan adanya pengakuan terhadap hukum pancung bagi pelaku pembunuhan dan rajam bagi pelaku perzinahan. Adapun untuk sebab yang kedua, berita bohong disebarkan sebagai cara untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab untuk melaksanakan perintah, seperti yang dilakukan oleh al-Walid bin Uqbah.
Dalam konteks masa kini, berita bohong memang sengaja disebarkan baik karena adanya dorongan politik ataupun karena dorongan lainnya. Dari aspek kepentingan politik, berita bohong merupakan bentuk kampanye yang efektif untuk mengalihkan dukungan suara dari lawan-lawan politik kepada calon tertentu.
Bahkan pada masa kini, beberapa oknum sengaja membuat tim khusus untuk menyebarkan berita bohong untuk memperkuat posisi politiknya. Sementara itu, di dunia hiburan, berita bohong sengaja disebarkan oleh oknum artis tertentu untuk menaikkan rating dan popularitas yang bersangkutan.
Sebagian artis berpendapat bahwa berita bohong tentang dirinya, meskipun pahit terdengar, tetap diperlukan untuk mempertahankan popularitasnya sebagai artis yang selalu diperbincangkan. Yang mungkin membuat kita terperangah dari fenomena itu adalah bahwa untuk menciptakan berita bohong tentang dirinya, seorang oknum artis harus menyewa seorang konsultan media yang bekerja merancang dan memodifikasi berita bohong itu agar terdengar seru dan menarik untuk diikuti, naudzu billah.
Di dalam ajaran Islam, bohong atau dusta merupakan perbuatan buruk yang harus dijauhi oleh setiap muslim. Rasulullah Saw memperbolehkan dusta hanya untuk mengelabui musuh di medan peran. Sedangkan untuk kepentingan lain, Rasulullah memerintahkan agar umat Islam menjauhi sikap dan perbuatan dusta, sebagaimana disebutkan di dalam hadits:
“Jauhilah sikap dusta, karena sesungguhnya dusta itu mengarahkan kepada perbuatan dosa” (riwayat al-Bukhari no 6755, riwayat Muslim no 6094)
Arah dari larangan Rasulullah terhadap sikap bohong atau dusta, sangatlah jelas yaitu bahwa tidak ada kebenaran yang dibangun dengan cara berbohong. Dusta hanyalah melahirkan keburukan baru di tengah masyarakat. Keburukan itu adalah hilangnya sikap saling percaya di antara sesama anggota masyarakat. Jika masyarakat sudah sampai kepada kondisi seperti itu, kehancuran tinggal menunggu waktunya. Naudzu billah.
Oleh: Abdi Kurnia Djohan
Sumber: dutaislam.com
from islamidia.com http://ift.tt/2iSdiiS
Post a Comment