Muliakan Tamu Dan Tetangga Dengan Menjaga Lisan
Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda:
Dari Abu Hurairah – radhiyallahu ‘anhu – ia berkata: “Rasulullah saw bersabda: ‘Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam, dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya’”.
(HR. Bukhari dan Muslim).
Takhrij hadits
Hadits ini merupakan hadits shahih muttafaqun ‘alaih. Diriwayatkan oleh Bukhari hadits no. 5559, 5560, 5670, 5671, 5673, dan 5994. Dan diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 67 dan 3255. Dan redaksi yang dipergunakan di sini adalah redaksi Muslim pada hadits no. 67.
Kandungan hadits
Secara garis besar, hadits ini menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah:
- Komitmen untuk berkata baik, atau kalau tidak menemukan kebaikan untuk dikatakannya, maka ia diam.
- Memuliakan tetangga.
- Memuliakan tamu.
Kedudukan hadits
Hadits ini merupakan sebuah hadits yang menjadi pokok pelajaran adab (tatakrama) dalam Islam. Dalam hal ini, ia seperti hadits: min husni islam al-mar-i, tarkuhu ma la ya’ni (di antara tanda bahwa keislaman seseorang baik adalah bahwa ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak berkenaan dengan dirinya). [Hadits shahih diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, hadits no. 2239, 2240]
Hak Allah dan Hak Hamba-Nya
Hadits ini menjelaskan bahwa wujud amal dari keimanan ada dua macam, yaitu:
- Hak-hak Allah swt. Di antara wujud amal dari keimanan yang terkait dengan hak Allah swt ini adalah:
- Melaksanakan kewajiban, seperti: komitmen untuk berkata atau mengatakan kebaikan.
- Meninggalkan larangan, seperti: tidak mengucapkan (diam) dari selain kebaikan.
Intinya adalah bagaimana seseorang yang menjaga lisannya dengan cara mempergunakannya untuk mengucapkan kebaikan, atau diam dari selain kebaikan.
- Hak-hak sesama hamba Allah. Di antara wujud amal dari keimanan terkait dengan hak sesama hamba Allah adalah memuliakan tetangga dan memuliakan tamu.
Menjaga lisan
Hadits ini menjelaskan secara garis besar bahwa menjaga lisan memiliki dua tingkatan, dan tidak memiliki tingkatan lainnya. Dua tingkatan itu adalah:
- Tingkatan Pertama: Hendaklah seorang mukmin berupaya semaksimal mungkin untuk mencari kebaikan dan mengucapkannya.
- Tingkatan Kedua: Jika seorang mukmin tidak menemukan kebaikan untuk diucapkannya, maka hendaklah ia diam.
Pelajaran yang terkandung dalam hadits ini terkait dengan adab luhur yang diajarkan oleh Islam, yaitu kewajiban seorang mukmin untuk menjaga lisannya.
Rasulullah saw menjelaskan bahwa banyak manusia terjerumus ke dalam neraka dikarenakan kesalahan yang dilakukan oleh mulutnya. Beliau saw bersabda:
“… Maukah aku posthukan kepadamu tentang kunci dari semua itu wahai Mu’adz?”. Saya (Mu’adz) menjawab: “Mau wahai nabiyullah”. Lalu Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – memegang lisannya seraya bersabda: “Kendalikan mulutmu ini.” Maka saya (Mu’adz) berkata: “Wahai nabiyullah, adakah kita dinilai berdasarkan apa yang kita ucapkan?” Maka Rasulullah saw bersabda: “Ibumu kehilangan dirimu wahai Mu’adz, bukankah manusia terjerumus ke dalam neraka dengan posisi muka terlebih dahulu dikarenakan oleh jeratan mulut mereka?!”.(Hadits shahih, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, hadits no. 2541).
Dalam hadits lain Rasulullah bahkan menjamin siapa saja dengan jaminan surga, asalkan yang bersangkutan siap menjamin mulut dan kemaluannya. Beliau bersabda:
“Siapa yang menjamin untukku sesuatu yang ada di antara dua rahangnya (lisan) dan yang ada di antara dua kakinya (kemaluannya), maka aku jamin untuknya surga.”(Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari, hadits no. 5993 dan 6309).
Memuliakan tetangga
Dalam hadits ini Rasulullah saw menjelaskan bahwa adab seorang mukmin terhadap tetangganya adalah: ikram, atau istilah haditsnya: falyukrim jarahu (hendaklah ia memuliakan tetangganya).
Kata yukrim (akar katanya adalah ikram) bermakna: hendaklah seorang mukmin memiliki sifat karam kepada tetangganya. Sedangkan karam secara bahasa berarti mulia dan derma. Hal ini berarti hendaklah seorang mukmin itu bersifat derma dan tampil sebagai manusia yang dimulia di hadapan tetangganya.
Sifat ini dapat diwujudkan dengan berbagai cara, di antaranya:
- Membantunya saat membutuhkan, baik dengan jiwa maupun dengan harta.
- Tidak menyakitinya, dan jika disakiti dia bersabar dan bertahan untuk tidak membalas dengan sesuatu yang menyakitkan.
- Berbagi dengan sebagian yang dimilikinya.
- Memuliakannya dengan kosakata yang baik, menjaga harta milik, keluarga dan harga diri serta kehormatan tetangga.
Islam mengajarkan bahwa hak-hak tetangga atas diri seorang mukmin sangatlah banyak, karenanya, malaikat Jibril as selalu berwasiat kepada Nabi Muhammad saw agar beliau memuliakan tetangganya.
Terkait dengan hal ini, beliau saw: Malaikat Jibril – ‘alaihi al- salam – selalu berwasiat kepadaku tentang tetangga, sehingga saya mengira dia (Jibril ‘alaihi al-salam) akan menjadikannya sebagai ahli waris. (hadits shahih muttafaqun ‘alaih [Bukhari, hadits no. 5556 dan Muslim, hadits no. 4757]).
Memuliakan tamu
Adab lain yang dijelaskan oleh hadits ini adalah memuliakan tamu. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya adalah:
- Mengekspresikan kegembiraan atas kehadirannya dengan muka berseri dan gaya sambutan yang hangat.
- Berbicara dengan kosakata yang baik.
- Menyuguhkan makanan dan minuman sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
from islamidia.com http://ift.tt/2ithsdw
Post a Comment