Hi! Welcome Back and Stay Tune! 3 Sikap yang Harus Kamu Perhatikan Jika Ingin Sukses Nikah Muda - Mukah Pages : Media Marketing Make Easy With 24/7 Auto-Post System. Find Out How It Was Done!

Header Ads

3 Sikap yang Harus Kamu Perhatikan Jika Ingin Sukses Nikah Muda




Membahas pernikahan punya keunikan tersendiri di dalam tulisan ini. Siapa sih yang tidak ingin menikah? Lalu terbesit judul ini di dalam benak saya. Dan pada tulisan ini, secara jujur, saya tidak bermaksud mengompori agar kalian nikah muda. Sama sekali tidak. Tetapi kalau termotivasi untuk nikah muda juga sama seperti saya, apa boleh buat. Hehehe.

Saya menikah dengan istri pada saat usia menginjak 21 tahun. Banyak orang yang mengatakan saya terlalu cepat memutuskan menikah. Banyak pula yang melarang saya untuk nikah muda. Bahkan ada yang menakut-nakuti dengan segudang permasalahan rumah tangga. Itu bahasa halusnya. Kalau diterjemahkan ke bahasa kasarnya, “emang sudah bisa menikah?”. Kira-kira seperti itu.

Saya tidak memungkiri dengan adanya masalah di dalam rumah tangga. Pasti ada saja, bukan? Namun sebagaimanapun masalah di dalam rumah tangga, bukan berarti kita lantas memutuskan untuk tidak menikah. Istilahnya, “kabur sebelum perang”. Saya sangat mempercayai hal itu, masalah pasti datang, siap-siap saja dengan kedatangannya. Tapi bukan berarti dengan nasehat-nasehat tentang rumitnya berumah tangga, lantas kita takut dan tidak ingin menikah.

Saya meyakini kalau masalah datang pasti karena ada sebabnya. Setelah saya menelusuri sebabnya, ternyata masalah dalam rumah tangga justru karena kurangnya ILMU soal CINTA dan RUMAH TANGGA. Hal yang saya pikirkan adalah bukan malah menjauhi pernikahan itu sendiri, justru saya berusaha mempelajari ilmu-ilmu tentang CINTA dan RUMAH TANGGA. Saya sama sekali tidak khawatir jika memang masalah akan menimpa rumah tangga yang kami bangun, sebab saya percaya, datangnya masalah sebab Allah swt sedang mengajak bermesraan dengan hamba-Nya.

Takut terhadap masalah rumah tangga bukan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan. Jika ada satu masalah, pasti ada sepuluh jalan keluar. Jika ada sepuluh masalah, pasti ada seratus jalan keluar. Jika ada seratus masalah, pasti ada seribu jalan keluar. Begitu seterusnya.

Ibadah pernikahan bukan hendak menyusahkan hamba-Nya. Bahkan menikah adalah sunnah Rasulullah saw. Jika Rasulullah saw saja mensunnahkan pemuda untuk menikah, maka sangat besar keuntungan dan keberkahan di dalamnya. Berkah dalam hidup berumah tangga bahkan berkah dalam finansial. Bahkan, kalaupun tidak mampu dalam hal finansial Allah akan memampukannya. Itulah janji dari-Nya. Jadi, siapkah kita untuk menikah?

1. Mengukur Parameter Kesiapan Nikah Muda
Saya seringkali mendapatkan jawaban kenapa banyak yang menunda menikah dengan alasan yang sama. Alasan tersebut berbicara soal kesiapan untuk menikah. Banyak yang menunda pernikahan karena alasan belum “siap” baik dari segi ilmu, mental maupun finansial.

Kalaupun saya sudah menikah di usia yang terbilang sangat muda, apa dengan begitu kita mengambil kesimpulan kalau saya sudah siap secara ilmu, mental maupun finansial? Jawabannya TIDAK. Mari kita bahas bersama.

Pertama siap secara ilmu cinta dan rumah tangga. Tidak ada yang menjamin saya sudah mumpuni dalam ilmu cinta dan rumah tangga. Bahkan saya termasuk orang yang masih bodoh dalam bidang itu. Buktinya, sampai saat ini saya masih belajar tentang ilmu cinta dan rumah tangga. Saya katakan sejujurnya seandainya menikah diukur dengan kesiapan ilmu cinta dan rumah tangga, sampai saat ini mungkin saya tidak akan menikah. Toh saya sama sekali tidak begitu paham dengan ilmu cinta dan rumah tangga. Siapa yang menjamin kita mengusai ilmu tersebut?

Ilmu cinta dan ilmu rumah tangga sangatlah rumit dan harus dipelajari seumur hidup. Maka disini saya hanya berusaha belajar. Meski saya sangat belum siap dalam ilmu tersebut, tetapi saya mau belajar langsung sambil praktek di dalam rumah tangga. Ada kesalahan? Wajar, namanya juga masih belajar.

Mengukur kesiapan menikah dengan ilmu tidak akan ada habisnya. Sebab manusia diminta untuk belajar dari lahir sampai liang lahat. Jadi, sama sekali bukan masalah kesiapan ilmu cinta dan rumah tangga yang jadi masalah, akan tetapi, seberapa besar kita mau berusaha untuk belajar ilmu cinta dan rumah tangga bersama-sama dengan pasangan hidup kita.

Menurut saya, kesiapan belajar bersama dengan pasangan soal ilmu cinta dan rumah tangga adalah parameter kesiapan yang sudah terpenuhi. Sudah saatnya menikah. Hanya yang tidak mau belajarlah yang menurut saya belum siap menikah, sebab dengan berhenti belajar, itu akan menimbulkan kesombongan dan keangkuhan diri dalam mengelola masalah. Yang saya khawatirkan, jika kita berhenti belajar justru malah menimbulkan masalah dalam rumah tangga bukan malah menyelesaikan masalah.

Maka dari itu, teruslah balajar ilmu cinta dan rumah tangga, maka disitulah letak kesiapan menikah. Siaplah belajar bersama dengan pasanganmu. Sebab ilmu cinta dan rumah tangga, tidak akan pernah cukup sekalipun kamu membaca buku-buku pernikahan atau mendengarkan kajian pernikahan, tidak akan cukup, tapi untuk menyempurnakannya hanya dengan menikah. Praktek!

Jadi, siap ataupun tidak siap, niatkanlah pernikahan kita untuk belajar dan terus belajar. Jangan berhenti belajar. Dengan belajar kita semakin hari akan semakin baik. Soal belum mampunya ilmu kita, belajarlah sambil berupaya untuk menyegerakan menikah. Sebab dengan menikah, sempurnalah agama kita dan belajar ilmu cinta serta rumah tangga jadi semakin mengasyikan.

2. Menyikapi Masalah Finansial
Hambatan kedua bagi seseorang yang ingin menikah adalah masalah finansial. Tidak bisa dipungkiri bahwa untuk berumah tangga finansial adalah hal penting yang harus dibahas. Kita sangat manusiawi ketika membahas finansial. Toh untuk berkeluarga kan butuh uang juga, bukan? Alias ujung-ujungnya duit.

Benar, pernikahan membutuhkan finansial yang cukup. Cukup dalam kata artian cukup untuk mahar, cukup untuk walimahan, cukup untuk keseharian dan cukup untuk bekal kehidupan. Finansial menjadi tolak ukur penting bagi seorang laki-laki dalam memutuskan untuk menikah.

Ada tipe laki-laki yang mau menikah kalau ia rasa finansialnya sangat matematis untuk berumah tangga. Alias, si laki-laki tersebut sudah berpenghasilan dalam logikanya dan insyaAllah cukup sebagai bekal pernikahan. Atau ia sudah bekerja di perusahaan yang sudah bergaji tiap bulannya. Dengan bekal itulah ia memberanikan diri untuk menikah. Laki-laki tipe ini sangat bagus dan matematis. Ia tidak ingin rumah tangganya kekurangan dalam hal finansial. Makanya ia sangat mempersiapkannya.

Ada pula tipe laki-laki nekat yang dalam benaknya sama sekali tidak matematis. Bayangkan, tipe laki-laki yang kedua ini hanya mengandalkan keyakinan kepada Allah dan dia nekat untuk menikah. Kita bisa lihat contoh saya pribadi, tidak perlu jauh-jauh mencari contoh hehehe.

Saya termasuk tipe laki-laki yang kedua. Nekat. Bahkan sangat nekat. Bayangkan saja, saya belum lulus kuliah, belum punya pekerjaan tetap, serabutan, tapi berani memutuskan menikah. Akhirnya saya menikah, dengan modal keyakinan besar kepada Allah. Lah, terus gimana kelanjutannya? Alhamdulillah sampai sekarang saya baik-baik saja dan tidak merasa kekurangan apapun. Laki-laki tipe seperti ini biasanya akan mencari jalan alternative lainnya agar ia tetap berpenghasilan walaupun tidak berpenghasilan tetap. Yang penting cukup.

Saya sangat menyadari mengambil resiko ini amatlah berat. Apalagi saya sudah punya kewajiban menafkahi istri dan keluarga. Sudah nekat, nambah beban lagi. Gila namanya. Hahahaha.

Subhanallah, justru yang saya rasakan sebaliknya. Dengan menikah, Allah bukakan pintu rezeki yang tidak disangka-sangka dan tidak diduga-duga. Sesuai dengan janji Allah swt. di dalam firman-Nya, saya mantap dan bismillah memutuskan untuk menikah.

Keadaan seperti yang saya rasakan saat ini, tenyata ampuh memaksa saya untuk berusaha mencari nafkah selama belum mempunyai penghasilan tetap.  Minimal tetap berpenghasilan dan jangan sampai nol sama sekali. Keadaaan seperti ini memaksa saya untuk buka-buka bisnis baru, cari-cari kegiatan yang menghasilkan dan kegiatan-kegiatan yang sekiranya bisa membantu mencukupi rumah tangga. Tentu saja tidak mudah, tapi bisa dijalani kok. Mau bukti? Lihat saja saya hahaha.

Nah, dari kedua jalan tersebut bisa kita ambil pelajaran, terutama untuk laki-laki, agar ia harus segera mandiri sejak remaja. Para orang tuapun bisa berperan agar anaknya saat remaja sudah bisa mandiri atau diajarkan mandiri. Jangan dimanjakan. Sebab itu membahayakan mental dan kualitasnya di masa yang akan datang.

Mandiri disini secara finansial bisa berupaya mencari uang saku tanpa meminta kepada orang tua dengan jalan yang baik. Orang tuapun sebaiknya mendukung agar anaknya tumbuh mandiri. Sebab tak jaranga da orang tua yang melarang anaknya mandiri dan malah dimanjakan. Lalu, jika sejak remaja sudah mandiri, insyaAllah ia akan lebih cepat siap untuk menikah.

Finansial bisa diupayakan dengan bekerja, berkarya dan berbisnis. Saya sadar betul kalau finansial adalah bagian penting dalam pernikahan. Maka saya tidak akan memaksa kalian untuk menikah dengan cara yang sama dengan saya, tapi siapkanlah finansial semuda mungkin agar pernikahan masa muda bisa dijalani, baik dengan berbisnis, bekerja atau berkarya.

Bekerjalah, niscaya Allah swt akan melihat pekerjaanmu itu dan mencukupkannya untuk bekal pernikahan. Jangan sampai, kita justru malas-malasan di usia muda. Sebab menikah saat masih muda itu indah.

3. Menjemput Restu Keluarga
Masalah berikutnya adalah keluarga. Ada dua kejadian yang menurut saya seringkali terjadi di kehidupan kita. Pertama, anak siap menikah tapi keluarga tidak merestui. Kedua, keluarga menyuruh anaknya menikah tapi tidak mau. Sama-sama berabe urusannya ini. hahaha.

Kenapa tidak saya beri judul restu keluarga bukan restu orang tua. Eits, terkadang yang bermasalah bukan hanya orang tua, bisa jadi kakak atau saudara tidak merestui pernikahan kita. Ada juga kan kejadian seperti itu?

Sayangnya, banyak anak yang sudah siap menikah tetapi ‘gagal’ menyakinkan keluarga bahwa ia benar-benar siap menikah. Beberapa faktor penyebabnya adalah, pertama, keluarga belum melihat anaknya mandiri, kedua, keluarga belum melihat ‘kesungguhan anaknya untuk menikah’, ketiga, jika anaknya masih dalam masa study, keluarga tidak yakin anaknya bisa menyelesaikan studynya dengan baik, keempat, belum bisa membahagiakan keluarga.

Solusinya bagaimana?

Cara yang terbaik untuk mendapatkan restu keluarga adalah menjawab kekhawatiran tersebut dengan bukti nyata. Misalnya, jika keluarga tidak mengizinkanmu menikah karena belum berpenghasilan, berpenghasilanlah! Jika keluarga tidak merestuimu menikah karena takut gagal dalam study, berprestasilah! Jika keluarga tidak merestui karena belum membahagiakan keluarga tanyakanlah kepada keluarga definisi bahagia menurut keluarga seperti apa, jika sudah ketemu jawabannya, segeralah jawab pertanyaan itu dengan bukti agar bertambah keyakinan keluarga.

Disinilah banyak terjadi kegagalan pernikahan. Hambatannya sederhana, yaitu kurangnya ikhtiar dari sang anak untuk meyakinkan keluarganya kalau ia siap menikah dengan bukti yang nyata. Saya sering menemui kasus sang anak sudah siap menikah dan sudah ada yang mengajaknya taaruf, namun keluarganya melarang ia menikah sebelum beberapa hal terpenuhi semisal selesainya study, ilmu, mental dan masalah finansial. Terkadang sang anak salah berkomunikasi dengan keluarganya. Seharusnya, sang anak lebih dahulu meyakinkan keluarganya baru menyilahkan orang lain taaruf dengannya. Namun itu yang jarang terjadi.

Saya sedih mendengar cerita sahabat saya yang putus taarufnya karena tidak adanya restu keluarga. Padahal sang anak sudah siap menikah. Salahkah keluarga? Tentu tidak. Saya tidak menyatakan keluarga salah, justru komunikasi kitalah yang salah. Keluarga tentu ingin yang terbaik untuk anaknya, bukan? Sebab menikah bukan urusan yang main-main, seuumur hidup lho. Jadi keluarga sangat berperan dalam masalah pernikahan.

Maka dari itu, jika kau benar-benar siap menikah, buktikanlah bahwa kau memang siap. Bahagiakanlah keluargamu sesuai dengan definisi kebahagiaan itu. Matangkanlah finansialmu. Teruslah berikhtiar sebaik mungkin. Yakinkan keluarga bahwa janji Allah swt itu pasti datangnya, pasti ketetapan-Nya, pasti hasilnya. Dengan begitu, insyaAllah pernikahan yang kita harapkan akan dengan mudah berjalan dengan baik, sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.

Hal yang paling penting, diskusilah kepada keluarga dengan cara yang terbaik. Sampaikan maksud terbaik. Sampaikan alasan terbaik dan lakukanlah dengan cara yang terbaik. Diskusilah tentang semua hal pernikahanmu. Diskusilah tentag calon pasanganmu. Diskusikanlah semua hal pernikahan kepada keluargamu dengan cara yang terbaik.

***

Demikianlah tiga sikap agar sukses menikah muda kita kali ini. Mudah-mudahan tiga point yang saya rasa urgent untuk disampaikan bisa dimaknai bersama-sama, terutama bagi diri saya pribadi yang masih terus belajar ilmu cinta dan rumah tangga, khususnya kepada kalian yang belum menikah. Semoga Allah pertemukan dengan calon pasangannya, lalu dipemudah prosesnya hingga sampai ke pernikahan yang berkah.

Barakallahu lakuma wabaraka ‘alaik, wajama’a baina kuma fi khoir. Semoga Allah swt memberkahi kepada kamu berdua dan memberkahi atasmu dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan. Aamiin.

Sumber: wildanfuady.com








from islamidia.com http://ift.tt/2ibeX39

No comments

Comments are welcome and encouraged on this site. Comments deemed to be spam or solely promotional will be deleted. Including link to relevant content is permitted, but comments should be relevant to the post topic.

Comments including profanity and containing language that could deemed offensive will also deleted. Please respectful toward other contributors. Thank you.