Suami Menggunakan Uang Mahar Istri, Ini Hukumnya
Uang mahar atau maskawin yang diberikan oleh suami kepada istrinya menjadi hak milik penuh dari istri. Oleh karena itu, keputusan penggunaan mahar tersebut tergantung dari pemiliknya yaitu sang istri.
Apabila istri tidak mengijinkan harta maskawin dimakan atau digunakan oleh suaminya, maka haram hukumnya bagi suaminya untuk menggunakan harta mahar tersebut.
Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah dikatakkan:
“Mayoritas ulama fqih (jumhur) menyatakan bahwa suami tidak boleh mengambil manfaat (menggunakan) apapun yang dimiliki istri seperti ranjang, wadah, dan lain-lain tanpa persetujuan istri. Baik harta itu hasil pemberian suami atau dari orang lain. Baik istri menerima mahar atau tidak. Istri berhak menggunakan harta yang dimilikinya sesukanya selagi tidak mengandung kemudaratan seperti harta mahar, pemberian, tukar menukar, dll.”
Namun apabila istri rela memberikan harta mahar itu digunakan suami atau dipakai berdua, maka halal bagi suami untuk memakan harta/uang yang berasal dari mahar tersebut. Allah berfirman dalam QS An-Nisa’ ayat 4:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Masalah kedelapan. Ayat ini menunjukkan beberapa makna diantaranya: Mahar pernikahan adalah hak bagi istri bukan bagi walinya (mertua), boleh bagi istri memberikan (hibah) maharnya kepada suami, boleh bagi suami mengambil pemberiannya karena ayat “maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” Menunjukkan dua makna: diantaranya, istri boleh menghibahkannya sebelum ia terima.
Yang dimaksud “maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” bukan hanya sebatas memakannya namun mencakup segala unsur pengelolaan harta, sedang dalam ayat tersebut hanya dibatasi dengan kata ‘memakan’ karena maksud utama dari dari penggunaan harta benda adalah memakannya sebagaiman dalam ayat lain:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. 4:10), dan ayat “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. 2:188). Tafsiir ar-Roozy V/190
Wallahu a’lam bish shawwab
Sumber: fiqhmenjawab.net
from islamidia.com http://ift.tt/2jh8yn0
Post a Comment