Larangan Tajassus, Mencari-cari Kesalahan Orang Lain
Islam merupakan agama yang sempurna dan sangat menghormati hak dalam bersaudara antara sesama manusia. Karena itu, Islam sangat menjamin hak-hak setiap individu maupun masyarakat dan melarang perbuatan yang menyerempet kepada hak-hak pribadi maupun aib dari setiap manusia. Salah satu perbuatan atau sikap yang buruk adalah tajassus. Apa itu tajassus? Tahukah kalian apa itu tajassus? Mari kita simak sedikit demi sedikit.
Pengertian Tajassus
Tajassus kalau dalam istilah kita dinamakan dengan memata-matai (spionase) atau mengorek-orek berita. Sehingga dalam lingkungan pesantren kata itu sering kali digunakan dan menyebutnya sebagai ‘jaasuus’ atau mata-mata.
Namun dalam kamus literatur bahasa Arab, misalnya kamus Lisan al-‘Arab karangan Imam Ibnu Manzhur, tajassus berarti “bahatsa ‘anhu wa fahasha” yaitu mencari berita atau menyelidikinya.
Sementara dalam kamus karangan orang Indonesia, misalnya dalam kamus Al-Bishri, tajassus berasal dari kata “jassa-yajussu-jassan” kemudian berimbuhan huruf ta di awal kalimat dan di-tasydid huruf sin-nya maka menjadi kata “tajassasa-yatajassasu-tajassusan” yang berarti menyelidiki atau memata-matai.
Dari pengertian tersebut, maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa tajassus adalah mencari-cari kesalahan orang lain dengan menyelidikinya atau memata-matai. Dan sikap tajassus ini termasuk sikap yang dilarang dalam Alquran maupun hadis.
Larangan Bersikap Tajassus
Larangan Dari Al-Qur’an
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (Al-Hujurat : 12)
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala melarang kita untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Entah itu dengan kita menyelidikinya secara langsung atau dengan bertanya kepada temannya. Tajassus biasanya merupakan kelanjutan dari prasangka buruk sebagaimana yang Allah Ta’ala larang dalam beberapa kalimat sebelum pelarangan sikap tajassus.
Larangan Dari Hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
Perkataan Ulama Salaf tentang Tajassus
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik.”
Syekh Abu Bakar bin Jabir al-Jazairi rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ke 12 dari surat Al-Hujurat, “haram mencari kesalahan dan menyelidiki aib-aib kaum muslimin dan menyebarkannya serta menelitinya”
Syekh As-Sa’di rahimahullah berkata, “janganlah kalian meneliti aurat (aib) kaum muslimin dan janganlah kalian menyelidikinya.”
Murid dari Syaikh as-Sa’di yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah juga berkata, “tajassus yaitu mencari aib-aib orang lain atau menyelidiki kejelekan saudaranya”.
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh juga menuturkan ketika menafsirkan ayat di atas sebagai berikut, “maksudnya adalah atas sebagian kalian. Kata ‘tajassus’ lebih sering digunakan untuk suatu kejahatan. Sedangkan kata ‘tahassus’ seringkali digunakan untuk hal yang baik. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala, yang menceritakan tentang nabi Ya’qub ‘alaihissalam, di mana Dia berfirman dalam surat Yusuf ayat 87.
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ
(Ya’qub berkata) “Wahai anak-anakku, pergilah kalian, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya…” (QS. Yusuf: 87)
Namun terkadang kedua kata tersebut digunakan untuk menunjukkan hal yang buruk, sebagaimana ditegaskan dalam hadis sahih di atas.”
Imam Abu Hatim al-Busti rahimahullah berkata, “tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat dan membuatnya menderita.”
Nasihat Bagi Yang Suka Mencari Kesalahan Orang Lain
Cukuplah buat kita sebuah untaian perkataan seorang imam yaitu Imam Abu Hatim bin Hibban Al-Busthi berkata dalam sebuah kitabnya yang dikutip oleh Syekh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr dalam tulisannya sebagai berikut, ”Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya.”
Semoga kita senantiasa dimudahkan oleh Allah dalam berakhlak karimah dan menjauhi sifat-sifat buruk dan sikap yang merugikan diri kita sendiri. Amiin.
Sumber: muslim.or.id
Sumber islamidia.com http://ift.tt/2hT1IoG
Post a Comment