Hi! Welcome Back and Stay Tune! Budaya Arab: Agama Bangsa Arab Sebelum Islam - Mukah Pages : Media Marketing Make Easy With 24/7 Auto-Post System. Find Out How It Was Done!

Header Ads

Budaya Arab: Agama Bangsa Arab Sebelum Islam




Pada saat Islam masuk di Jazirah Arab, di zaman Nabi Ibrahim, akhlak mulia tersebar. Penduduk lembah Mekah mengenal tauhid dan jauhi dari syirik. Kemudian waktu terus berlalu, keimanan pun tergerus budaya dan pemikiran. Masuklah berhala-berhala ke Ka’bah yang suci. Agama Nabi Ibrahim hanya dipegang sebagian kecil masyarakat.

Sejarah Masuknya dan Tersebarnya Berhala di Jazirah Arab
Beberapa masa setelah wafatnya Nabi Ibrahim dan Ismail, terjadi perubahan besar di tanah Mekah. Agama tauhid tergerus oleh ombak kesyirikan. Penduduk tanah suci di sekitar Baitullah al-Haram menjadi penyembah berhala.

Pelajaran bagi kita umat Islam di Indonesia, tauhid yang dibawa oleh para rasul, dan bertempat di tanah suci, bisa berganti menjadi agama pagan penyembah berhala. Tidak ada yang menjamin negeri ini, Indonesia, akan selamanya menjadi negeri mayoritas umat Islam, kalau kita tidak mengkaji agama ini kemudian mendakwahkannya.

Perubahan besar di Jazirah Arab itu dibawa oleh tokoh kabilah Khuza’ah, Amr bin Luhai al-Khuza’i. Ia adalah pemimpin politik dan agama di Mekah. Ia dicintai dan disegani masyarakat. Penduduk Mekah menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang mulia. Amr pernah bersafar ke Syam. Ia melihat penduduk Syam menyembah patung-patung. Dan ia terkesan. Saat kembali ke Mekah, ia bawa tradisi Syam ini ke tanah haram. Masuklah berhala Hubal ke Jazirah Arab, dan ditempatkan di sisi Ka’bah.

Diriwayatkan bahwa Hubal terbuat dari batu akik merah yang berbentuk manusia. Orang-orang Quraisy mendapati tangan kanan Hubal telah hancur. Lalu mereka ganti dengan tangan dari emas. Inilah berhala pertama orang-orang musyrik, yang paling besar, dan paling suci menurut mereka.

Setelah Hubal, tanah Mekah berangsur-angsur disesaki berhala. Di antara berhala-berhala besar mereka adalah: Manat yang disembah Kabilah Hudzail dan Khuza’ah. Berhala ini termasuk berhala tertua. Terletak di pantai Laut Merah. Di wilayah al-Musyallal3, di Qudaid. Kemudian ada Latta. Berhalanya orang-orang Thaif. Dan al-Uzza, berhala termuda namun yang terbesar dari dua berhala sebelumnya. Berhala ini disembah oleh orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah lainnya4. Tiga berhala ini –selain Hubal- adalah berhala terbesar masyarakat Arab.

Kemudian kesyirikan semakin tersebar dan berhala pun semakin bertebaran.

Setelah Amr bin Luhai berhasil digoda gandrung dengan berhala, setan pun memainkan perannya di babak berikutnya. Mereka memberi wangsit kepada Amr. Memberitakannya bahwa berhala kaum Nuh –Wud, Suwa’, Yaghuts, Yauq, Nasr- terkubur di Jeddah. Amr datang ke sana, kemudian menggalinya. Ketika jamaah haji datang dari berbagai negeri, ia berikan berhala-berhala itu pada mereka. Hadiah dari penguasa Mekah, tanah suci tempat berhaji tentulah istimewa bagi mereka.

Berhala Wud diberikan pada kabilah Kalb penduduk Daumatul Jandal. Suwa’ diserahkan pada Hudzail bin Mudrikah yang tinggal di Ruhath, wilayah Hijaz. Yaghuts untuk bani Uthaif keturunan bani Murad yang tinggal di Jurf dekat Saba’. Yauq diberikan kepada orang-orang Hamadan di wilayh Khaiwan di Yaman. Dan Nasr untuk keluarga Dzi al-Kila’ di wilayah Hamir. Kemudian mereka membuatkan kuil untuk berhala-berhala ini. Mereka mengangungkannya sebagaimana mengagungkan Ka’bah. Walaupun mereka berkeyakinan Ka’bah lah yang lebih utama.

Dakwah Amr bin Luhai kian tersebar di Jazirah. Kabilah-kabilah lainnya meniru apa yang dilakukannya. Mereka menjadikan patung sebagai sesembahan. Membangunkannya kuil. Dan memberinya nama-nama.

Walaupun berhala kian marak, namun masyarakat Arab tetap mengagungkan Ka’bah. Mereka pula yang menaruh berhala-berhala mereka di sekeliling Ka’bah.

Apakah Arab Beriman Kepada Allah?
Puja-puji terhadap patung berhala telah menjadi agama dan budaya masyarakat Arab. Meski demikian, tidak sedikit pun mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu yang menciptakan mereka dan alam semesta. Mereka yakin Allah lah sang pecipta. Banyak ayat Alquran yang menjelaskan hal ini.

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” (QS:Al-‘Ankabuut | Ayat: 61).

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللهُ قُلِ الْحَمْدُ للهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS:Luqman | Ayat: 25).

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS:Az-Zukhruf | Ayat: 87).

Namun setan membisiki bahwa berhala-berhala itulah yang mendekatkan diri mereka kepada Allah ﷻ. Berhala itu menjadi perantara antara mereka dengan Allah.

أَلاَ للهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللهِ زُلْفَى إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللهَ لاَ يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS:Az-Zumar | Ayat: 3).

Ayat ini dengan tegas menjelaskan, orang-orang Arab jahiliyah beriman kepada Allah. tapi mereka campuri keimanan itu dengan kesyirikan. Mereka menyembah Allah, dan juga menyembah berhala. Dari sini kita dapat memahami bahwa mengagungkan orang-orang shaleh secara berlebihan, lalu menjadikan mereka perantara dalam beribadah kepada Allah adalah tradisi masyarakat Arab jahilihay (budaya Arab).

Arab Telah Mengenal Jin dan Setan
Orang-orang Arab jahiliyah telah mengenal jin dan setan. Pada masa itu setan-setan berkumpul antara bukit Shafa dan Marwa. Abdullah bin al-Abbas radhiallahu ‘anhuma ketika menafsirkan ayat,

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ

“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syiar Allah.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 158)

mengatakan, “Di masa jahiliyah, setan-setan berkumpul di malam hari antara bukit Shafa dan Marwa. Di antara dua bukit itulah terdapat berhala-berhala orang-orang musyrik. Saat Islam datang, kaum muslimin mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, kami tidak mau sa’i antara Shafa dan Marwa. Karena dulu kami melakukan sesuatu (syirik) di sana saat jahiliyah’. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya,

فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا

“Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa´i antara keduanya.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 158).

Tidak berdosa, ibadah di sana berpahala. Para sahabat takut kalau mereka teringat dosa-dosa lama. Kemudian Allah menenangkan hati mereka dengan menjelaskan keutamaan beribadah di antara Shafa dan Marwa.

Orang-orang jahiliyah berinteraksi dengan jin. Seperti memohon perlindungan kepada mereka.

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS:Al-Jin | Ayat: 6).

Budaya Arab ini juga memiliki kesamaan dengan kultur local Indonesia. Para orang tua sering mengajarkan anak-anak mereka yang main di tempat-tempat sepi untuk mohon izin dulu dengan “penunggu-penunggu” di sana apabila hendak buang air kecil atau besar, atau sekadar bermain di sana. Bukan berlindung kepada Allah.

وَجَعَلُوا للهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ

“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu.” (QS:Al-An’am | Ayat: 100).

Dunia Perdukunan
Di Madinah –yang dulu bernama Yatsrib- ada seorang dukun wanita yang terkenal. Sebagian penduduk Madinah mengetahui kedatangan Nabi ﷺ melalui kabar dari sang dukun. Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu mengatakan,

أَوَّلُ خَبَرٍ جَاءَنَا بِالْمَدِينَةِ مَبْعَثَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ كَانَ لَهَا تَابِعٌ مِنَ الْجِنِّ، جَاءَ فِي صُورَةِ طَيْرٍ، حَتَّى وَقَعَ عَلَى جِذْعٍ لَهُمْ، فَقَالَتْ لَهُ: أَلاَ تَنْزِلُ إِلَيْنَا فَتُحَدِّثُنَا، ونُحَدِّثُكَ، وتُحَذِّرُنَا ونُحَذِّرُكَ؟ فَقَالَ: لاَ، إِنَّهُ قَدْ بُعِثَ بِمَكَّةَ نَبِيٌّ حَرَّمَ الزِّنَى، وَمَنَعَ مِنَّا الْقَرَارَ

“Kami mendapatkan kabar pertama kali tentang diutusnya Rasulullah dari seorang dukun perempuan penduduk Madinah. Ia memiliki pengikut dari bangsa jin. Jin tersebut datang dalam wujud seekor burung. Lalu hinggap di salah satu dahan. Wanita itu berkata pada burung, ‘Adakah berita untuk kami sehingga bisa engkau sampaikan dan kami juga berkisah padamu. Engkau memperingatkan kami –dengan berita tersebut-, kami juga memperingatkanmu?’ Burung itu menjawab, ‘Tidak, hanya saja telah diutus seorang nabi di Mekah yang mengharamkan zina dan melarang al-Qarar.”

Masyarakat jahiliyah biasa minta pendapat para dukun. Ibnu Juraij menafsirkan ayat:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ

“Barangsiapa kufur kepada thaghut.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 256).

Menurutnya thaghut dalam kalimat tersebut adalah dukun yang mendapat bisikan setan. Mereka memberi wangsit pada lisan dan hati para dukun12.

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah,

يا رسول الله إنَّ الكهَّان كانوا يُحَدِّثُونَنَا بالشَّيء فنجده حقًّا. قال: “تِلْكَ الْكَلِمَةُ الْحَقُّ، يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقْذِفُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ، وَيَزِيدُ فِيهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya para dukun menyampaikan sesuatu kepada kami begini dan begitu. Dan kadang kami lihat kenyataannya memang benar.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Kata-kata yang benar itu ditangkap oleh bangsa jin, lalu dibisikkannya ke telinga tukang tenung (dekun) dan ditambahkan ke dalamnya dengan seratus kedustaan.”13

Perdukunan saat itu benar-benar tersebar dan membudaya. Sampai ada sebagian orang berprofesi jadi dukun palsu. Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,

كَانَ لِأَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ يُخْرِجُ لَهُ الْخَرَاجَ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يَأْكُلُ مِنْ خَرَاجِهِ فَجَاءَ يَوْمًا بِشَيْءٍ فَأَكَلَ مِنْهُ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ أَتَدْرِي مَا هَذَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَمَا هُوَ قَالَ كُنْتُ تَكَهَّنْتُ لِإِنْسَانٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَمَا أُحْسِنُ الْكِهَانَةَ إِلَّا أَنِّي خَدَعْتُهُ فَلَقِيَنِي فَأَعْطَانِي بِذَلِكَ فَهَذَا الَّذِي أَكَلْتَ مِنْهُ فَأَدْخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَدَهُ فَقَاءَ كُلَّ شَيْءٍ فِي بَطْنِهِ

“Abu Bakar Ash Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa mengeluarkan kharraj padanya. Abu Bakar biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak berkata: ‘Apakah anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu Bakar bertanya : ‘Dari mana?’ Ia menjawab : ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi dukun yang menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan buatku. Nah, yang anda makan saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulutnya hingga keluarlah semua yang ia makan.”

Abdullah bin al-Abbas berkata,

مَا قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْجِنِّ وَمَا رَآهُمُ، انْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي طَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ عَامِدِينَ إِلَى سوق عكاظ وَقَدْ حِيلَ بَيْنَ الشَّيَاطِينِ وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. وَأُرْسِلَتْ عَلَيْهِمُ الشُّهُبُ. فَرَجَعَتِ الشَّيَاطِينُ إِلَى قَوْمِهِمْ فَقَالُوا: مَا لَكُمْ. قَالُوا: حِيلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ وَأُرْسِلَتْ عَلَيْنَا الشُّهُبُ. قَالُوا: مَا ذَاكَ إِلاَّ مِنْ شَيْءٍ حَدَثَ، فَاضْرِبُوا مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا، فَانْظُرُوا مَا هَذَا الَّذِي حَالَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. فَانْطَلَقُوا يَضْرِبُونَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا، فَمَرَّ النَّفَرُ الَّذِينَ أَخَذُوا نَحْوَ تِهَامَةَ -وَهُوَ بِنَخْلٍ عَامِدِينَ إِلَى سُوقِ عُكَاظٍ وَهُوَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ صَلاَةَ الْفَجْرِ- فَلَمَّا سَمِعُوا الْقُرْآنَ اسْتَمَعُوا لَهُ، وَقَالُوا: هَذَا الَّذِي حَالَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. فَرَجَعُوا إِلَى قَوْمِهِمْ، فَقَالُوا: يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا. فَأَنْزَلَ اللهُ تعالى عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم: {قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ} [الجن: 1]

“Rasulullah tidak membacakan Alquran kepada jin dan tidak pula melihat mereka. Rasulullah pernah pergi bersama sejumlah shahabat menuju Pasar Ukazh. Sementara itu setan-setan telah dihalangi mendapatkan berita dari langit dengan dilemparkan kepada mereka asy-syihab (meteor).

Setan-setan tadi kembali kepada kaumnya, dan kaumnya itu bertanya, ‘Ada apa dengan kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami telah dihalangi memperoleh berita dari langit, dan kami pun dilempari dengan asy-syihab’. Kaum mereka berkata, ‘Tidak ada yang menghalangi kalian memperoleh berita langit kecuali sesuatu telah terjadi. Pergilah kalian ke arah penjuru timur dan barat bumi. Lihatlah apa yang menghalangi kalian memperoleh berita dari langit’.

Mereka pun beranjak pergi ke timur dan barat. Sebagian di antaranya melewati Tihamah dan bertemu dengan Nabi yang ketika berada di Nikhlah dalam perjalanan menuju Pasar Ukazh. Beliau ketika itu sedang melaksanakan shalat subuh bersama para shahabatnya. Ketika mereka mendengar Alquran dibacakan, mereka pun benar-benar memperhatikannya, seraya berkata, ‘Inilah yang telah menghalangi kita untuk mendapatkan berita dari langit”.

Mereka kembali menemui kaumnya. Mereka berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami’. Maka Allah pun menurunkan kepada Nabi-Nya Muhammad: “Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Alquran),…” (QS. Al-Jin : 1).

Zaid bin Amr bin Nufail
Di tengah pekatnya kabut kesyirikan masayarakat Arab, tersisa beberapa gelintir orang yang masih memurnikan agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Di antaranya Zaid bin Amr bin Nufail. Zaid tak mampu mendakwahi dan menyerukan agama yang lurus di tengah pemuka kekufuran Quraisy. Ia hanya mampu mengkritik sembelihan-sembeliahan (kurban) mereka. Dan mengikari kesyirikan yang mereka lakukan. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Zaid bin Amr bin Nufail mengatakan,

إِنِّي لَسْتُ آكُلُ مِمَّا تَذْبَحُونَ عَلَى أَنْصَابِكُمْ، وَلاَ آكُلُ إِلاَّ مَا ذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ.

“Aku tidak memakan apa yang kalian sembelih (sebagai persembahan) untuk berhala kalian. Aku juga tidak memakan sesuatu yang disembelih tanpa menyebut nama Allah.”

Zaid bin Amr mencela sesembelihan Quraisy,

وَأَنَّ زَيْدَ بْنَ عَمْرٍو كَانَ يَعِيبُ عَلَى قُرَيْشٍ ذَبَائِحَهُمْ، وَيَقُولُ: الشَّاةُ خَلَقَهَا اللهُ، وَأَنْزَلَ لَهَا مِنَ السَّمَاءِ المَاءَ، وَأَنْبَتَ لَهَا مِنَ الأَرْضِ، ثُمَّ تَذْبَحُونَهَا عَلَى غَيْرِ اسْمِ اللهِ. إِنْكَارًا لِذَلِكَ وَإِعْظَامًا لَهُ

“Kambing ini, Allah yang ciptakan. Dia turunkan air dari langit untuknya. Juga menumbuhkan tetumbuhan dari bumi (untuk makanannya). Kemudian kalian sembelih tanpa menyebut nama-Nya?!” Zaid mengingkari perbuatan mereka sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah.

Orang-orang Quraisy tidak mempedulikan Zaid. Karena menurut mereka yang dia lakukan tidak mengganggu kehidupan dan ibadah mereka. Atau mereka sengaja tidak mempedulikannya untuk mengejeknya dan merendahkannya.

Selain Zaid, juga ada Waraqah bin Naufal. Seorang yang mengimani risalah Nabi Isa ‘alaihissalam. namun tidak didapati riwayat ia mendakwahkan apa yang diajarkan Nabi Isa ‘alaihissalam. Atau membicarakannya di tengah-tengah keluarganya dari kalangan Quraisy.

Demikianlah gambaran kondisi agama bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad. Dakwah tauhid padam. Agama para nabi samar-samar disuarakan. Karena itu, hampir tidak ditemui persinggungan (friksi) antara orang-orang yang bertauhid dengan pemuja kesyirikan.

Dalam keadaan tersebut terdapat segelintir orang yang masih berpegang pada ajaran rasul sebelumnya. Ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Isa ‘alaihimassalam. Mereka yang tersisa ini tidak mampu angkat suara, menyibak kabut gelap penyimpangan akidah. Sehingga tidak dijumpai perdebatan agama hingga diutusnya Rasulullah.

Sumber: kisahmuslim.com








Sumber islamidia.com http://ift.tt/2jmIKUt

No comments

Comments are welcome and encouraged on this site. Comments deemed to be spam or solely promotional will be deleted. Including link to relevant content is permitted, but comments should be relevant to the post topic.

Comments including profanity and containing language that could deemed offensive will also deleted. Please respectful toward other contributors. Thank you.