Hi! Welcome Back and Stay Tune! Kisah-Kisah menakutkan dari Rohingya, "Ya Allah.... peliharalah mereka - Mukah Pages : Media Marketing Make Easy With 24/7 Auto-Post System. Find Out How It Was Done!

Header Ads

Kisah-Kisah menakutkan dari Rohingya, "Ya Allah.... peliharalah mereka

9/9/17

Asap hitam mengepul di banyak tempat di sebuah desa di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang diyakini ada pembakaran rumah-rumah warga Rohingya. Warga korban pun hanya memandang sedih
Asap hitam berkepul di beberapa tempat di sebuah desa di negara  Rakhine, Myanmar, yang diyakini ada pembakaran rumah-rumah penduduk Rohingya.   Mereka hanya memandang dengan perasaan sedih (AFP/Getty Images)
 HAMPIR 150,000 warga Rohingya telah meninggalkan negara   Rakhine, Myanmar, untuk menyelamatkan diri dari kekerasan senjata di sana.

Ramai dari mereka berkisah tentang pembunuhan, pemerkosaan, dan bahkan pembantaian.
Di lepas pantai selatan Banglades, deretan kapal nelayan berbentuk melengkung bagai sabit bergerak mendekati pantai, menentang angin kencang yang berbahaya.

Ketika mereka mendekat, tampak jelas, perahu-perahu itu sarat dengan manusia. Wanita di lantai perahu, sebahagian bersama anak-anak, kaum laki-laki dewasa berjejer di tepi perahu.
Inilah kapal bermuatan kaum Muslim Rohingya, yang melarikan diri dari negara   Rakhine.

Warga Banglades di kampung itu berkumpul di tepi pantai dengan resah. "Lalu sini, ke sini!" teriak mereka sambil menuntun perahu ke perairan dangkal.
Begitu menyentuh garis pantai dekat Shamlapur itu, sejumlah lelaki melompat. Para wanita dan anak-anak dibantu turun. Ada pasangan yang hampir jatuh ketika kaki mereka tersandung.

Route terus melintasi sungai Naf tidak dapat diakses lagi.  Pihak keselamatan Banglades telah menutup laluan itu.
Penutupan dilakukan untuk mencegah kedatangan kaum Rohingya dari arah itu setelah beberapa orang minoriti Muslim Myanmar itu tenggelam dalam usaha mereka menyeberangi perbatasan.
Jadi, mereka mengambil jalan memutar, menuju ke laut terlebih dahulu sebelum kembali.

Satu perjalanan yang sepatutnya memakan masa kurang dari satu jam jadi harus menempuh sekitar enam sampai delapan jam.
Ketika orang-orang Rohingya itu mencapai pantai, mereka terus rebah keletihan bertumpang tindih. Banyak yang terlihat linglung dan bingung setelah menempuh pelayaran.

Yang lainnya tampak mengalami dehidrasi, beberapa muntah-muntah. Ada pula, juga kaum lelaki, yang kemudian terisak-isak tak terkawal, mereka terengah-engah.
Mereka seakan tidak percaya bahwa mereka masih hidup. Yang lain dipinjamkan telepon genggam oleh penduduk setempat sehingga mereka dapat menelepon keluarga tercinta dan memberitahu kejayaan mereka mencapai Banglades.
Pengungsi Rohingya berjalan menuju pantai dengan harta benda mereka setelah menyebrangi perbatasan Bangladesh-Myanmar menggunakan perahu melalui Teluk Benggala di Teknaf, Bangldesh, Selasa (5/9).  
 Pengungsi Rohingya berjalan menuju pantai dengan harta benda mereka setelah menyeberangi perbatasan Bangladesh-Myanmar menggunakan perahu melalui Teluk Benggala di Teknaf, Bangldesh, Selasa (5/9). 

 (ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Seorang  wanita separuh umur yang berpakaian hitam, menatap cakrawala dengan cemas, dengan tangan melindungi matanya.
Rohima Khatun sedang menunggu adiknya. Hampir dua minggu sebelumnya, desa mereka di Daerah Maungdaw Myanmar diserang.

Mereka dengan terburu-buru lari menyelamatkan diri, lalu terpisah. Dia berhasil menyeberang ke Banglades, dan datang ke tepi pantai setiap hari, berharap saudaranya Nabi Hasan ada di antara ratusan orang yang datang melalui laut.
Ketika kapal keempat mencapai pantai, dia menjerit dan mulai berlari. Seorang pemuda terpincang-pincang di seberang pantai dan keduanya kemudian berangkulan, dengan tersedu-sedu.

"Ya Allah, ya Allah," gumamnya terus-menerus, bergerak ke depan dan ke belakang.
"Saya tidak menyangka akan melihat kamu lagi," kata Nabi Hasan sambil menyeka air mata kakaknya.

"Desa kami diserang oleh tentera," kata mereka, "juga oleh Mogs," katanya merujuk pada komuniti etnik Buddhis yang tinggal di Rakhine.
"Kami berdua adalah satu-satunya di antara 10 anggota keluarga kami yang selamat," kata mereka.
Saya menghampiri orang-orang lain di sekitar kelompok itu dan mendapatkan berbagai kesaksian serupa.

Dil Bahar, wanita berusia enam puluhan, terisak-isak tak terkawal. Suaminya, Zakir Mamun, lelaki ringkih berjanggot tipis, berdiri di belakangnya.
Seorang anak laki-laki remaja bersama mereka, lengannya terbungkus balut buatan sendiri.
Wajahnya menyeringai kesakitan.
"Dia cucuku, Mahbub," kata Dil Bahar. "Dia ditembak pada lengannya." "Ini pembantaian," bisik Zakir Mamun, menatap kami.

Desa mereka berada di Buthidaung, sekitar 50km dari perbatasan Banglades. Serangan tersebut tampaknya terjadi tanpa peringatan apapun.
"Mereka datang mensasar kami," kata Zakir pada saya. "Melalui pembesar suara, tentera memerintahkan kami masuk rumah. Kemudian  tentera dan orang-orang melemparkan bom ke rumah kami, membakarnya."

Mereka mengatakan bahwa ketika warga desa mencuba untuk pergi, para penyerang melepaskan tembakan.
"Orang-orang jatuh terjerembab terkena tembakan," kata Zakir. "Kami berlari ke gunung dan bersembunyi." Tapi anaknya, ayah Mahbub, terbunuh.
"Sepanjang malam kami dapat mendengar mereka menembak , 'roket-roket' berlesatan," kata Zakir.

Keesokan paginya, mereka melihat desa mereka tinggal runtuhan. Asap membumbung dari rumah-rumah yang membara. "Semuanya musnah," katanya.
Warga berpartisipasi dalam sebuah reli mendukung muslim Rohingya menyusul kekerasan yang baru terjadi di Myanmar, di ibukota Chechen Grozny, Rusia, Senin (4/9/2017).
Warga berpartisipasi dalam sebuah reli di ibukota Chechen Grozny, Rusia, mendukung muslim    Rohingya yang dilanda kekerasan yang baru terjadi di Myanmar,   Isnin (4/9/2017). (ANTARA FOTO/REUTERS/Said Tsarnayev)
Keluarga Rohingya tersebut mengumpulkan berbagai peralatan yang tidak hancur, mengumpulkan padi yang tertingal lalu pergi.

Mereka berjalan kaki selama 12 hari, melintasi dua gunung dan menembus hutan-hutan.

"Nasi kami habis pada hari kedelapan," kata Zakir. "Kami tidak makan apa-apa lagi, kami bertahan dengan menyantap tanaman dan minum air hujan."
Tidak ada cara untuk memverifikasi secara independen pengakuan-pengakuan ini. Akses ke negara   Rakhine sangat terbatas.

Tentera Myanmar membantah semua tuduhan itu dan mengatakan bahwa mereka hanya memburu militan Rohingya yang menyerang pos polis .
Kelompok pengungsi tersebut kini telah dipindahkan ke sebuah kem pelarian yang luas di Balukhali.

Mahbub telah dibawa ke sebuah klinik yang dikelola Organisasi Migrasi Internasional (IOM), pembalutnya telah diganti dan lukanya dirawat.
Kem pelarian  ini adalah rumah sementara mereka hingga masa depan yang tak dapat diperkirakan.

Khemah mereka terbuat dari lembaran plastik sederhana yang diregangkan pada tiang-tiang buluh.   Air di kem itu dari air hujan.
Tapi kelegaan bahwa mereka tetap hidup dan lumayan aman, mengatasi seluruh emosi lainnya. Alhamdulillah !!!
Disunting dari Kompas.com


✍ Sumber Pautan : ☕ indah.com

Kredit kepada pemilik laman asal dan sekira berminat untuk meneruskan bacaan sila klik link atau copy paste ke web server : http://ift.tt/2jdwMAz

(✿◠‿◠)✌ Mukah Pages : Pautan Viral Media Sensasi Tanpa Henti. Memuat-naik beraneka jenis artikel menarik setiap detik tanpa henti dari pelbagai sumber. Selamat membaca dan jangan lupa untuk 👍 Like & 💕 Share di media sosial anda!


No comments

Comments are welcome and encouraged on this site. Comments deemed to be spam or solely promotional will be deleted. Including link to relevant content is permitted, but comments should be relevant to the post topic.

Comments including profanity and containing language that could deemed offensive will also deleted. Please respectful toward other contributors. Thank you.